Tiba-tiba teriakan menakutkan keluar dari rongga tenggorokanku. Disusul sebuah pukulan mendarat di paha gadis mungil itu. Sambil gemetar hatiku berbisik, Astaghfirullahaladzim, apa yang terjadi, kenapa aku harus sampai begini. Hanya karena ia menginjak lantai bekas ompol yang belum selesai kubersihkan, aku sudah mencabik hatinya. Ia menatapku terkejut dan spontan berteriak diikuti ratapan dan air mata bercucuran. Meskipun hatiku iba melihatnya, aku masih saja gelap mata, aku malah menambahi kesedihannya dengan ucapan yang menambah luka. Bertubi-tubi aku menyalahkan ketidakmengertiannya. Kenapa ia harus ngompol dan tidak mau sabar menunggu aku selesai membersihkan lantai. Otak dan hatiku berkecamuk. Sebenarnya siapa yang tidak sabar, aku atau dia. Dia manusia kecil, belum genap tiga tahun usianya, sedangkan aku sebentar lagi sudah kepala tiga. Siapa yang tidak sabar? Siapa yang kehilangan kewarasan? Siapa yang tidak mengerti?
Setelah merapikan pakaiannya, aku segera mengambilkan makan dan menyuapinya. Dia masih terlihat sangat sedih. Aku segera memeluknya, aku mohon maaf darinya, karena telah membuatnya terkejut dan sedih. Seperti yang sudah kuduga, ia dengan segera memaafkanku, ia sedih karena merasa bersalah sudah membuatku minta maaf padanya. Ah, apa ini, kenapa dia yang jadi merasa bersalah. Betapa murni dan bersih hatinya. Aku malu, masih mengharapkan maafnya. Ia menatapku sambil menahan air matanya, dan berharap aku memeluk dan menciumnya lagi. Egois sekali aku, aku malah merasa senang saat ia ingin dipeluk olehku lebih lama lagi. Bunda akan berjuang mengelola emosi lebih baik lagi kedepannya, bukan hanya wacana tanpa aksi nyata. Bunda berharap bisa menjadi kenangan indah untukmu, salah satu penguat di perjalananmu kelak. Karena bunda tidak akan selalu ada dan bisa disisimu, Bunda minta kamu jadi wanita yang kuat, jangan seperti Bunda. Kamu harus jauh jauh jauh lebih baik lagi. Ambillah tauladan dari wanita-wanita terbaik ahli surga, Ibunda Khadijah, Ibunda Aisyah, dan genggam erat ajaran Rasulullah, jangan kau terlepas darinya. Kedepan akan semakin berat jalan yang akan kau tempuh. Bagaikan menggenggam bara api, semoga engkau selalu berjalan dalam Ridho Allah Subhanahuwata'ala.
Komentar
Posting Komentar